Cara supaya semangat belajar
Pada postingan sebelumnya, saya sudah menjelaskan bagaimana
rasa malas itu bisa muncul. Dengan melihat faktor pemikiran sendiri yaitu mental-block, saya kira masalah itu
hanya bisa diselesaikan dengan mengatur cara berpikir sendiri. Untuk bisa
seperti itu, memang butuh latihan dan komitmen. Beberapa orang sudah terbiasa
melakukannya, tapi yang lain masih perlu melakukan penyesuaian. Alasannya
karena memang kita dibiasakan untuk tidak memikirkan nasib diri sendiri. Kita
hidup dalam masyarakat yang suka mendikte apa yang perlu dan tidak perlu kita
lakukan, bahkan sampai apa yang perlu kita pikirkan. Dalam pengertian ini,
pemikiran yang akan saya tawarkan sekarang adalah sebuah pembebasan dari kultur
buruk yang ada di masyarakat.
Carol Dweck, seorang Professor Ilmu Psikologi dari University of Pennsylvania melakukan
penelitian sejak tahun 60-an tentang bagaimana pemikiran seseorang mempengaruhi
keberhasilannya di masa depan. Beberapa puluh tahun kemudian ia mendapatkan
kesimpulan yang sangat menarik. Ternyata apa yang kita pikirkan sekarang sangat
berpengaruh terhadap pencapaian hidup kita di masa mendatang. Dalam bukunya
yang berjudul `Mindset : Changing the way
you think to fulfil your potential, Carol menjelaskan tentang dua mindset
yang mengatur pemikiran manusia, khususnya kemampuan untuk belajar. Bukan hanya
belajar dalam kerangka akademis tapi juga belajar untuk bertahan hidup.
Mindset yang pertama itu yaitu fix mindset dan kedua yaitu growth
mindset. Memang penelitian dari Carol Dweck pertama-tama dimulai dari
psikologi belajar. Apa yang membuat seseorang itu bisa terhambat dalam belajar.
Dweck tidak menggunakan istilah mental-block¸tapi
menurut saya fix mindset adalah
penjelmaan dari itu. Bahkan kalau ditelusuri lebih lanjut, fix mindset adalah bentuk permanen dari mental-block karena itu berurusan dengan mindset.
Fix mindset adalah
kepercayaan mengenai kemampuan manusia itu tidak akan berkembang, semua ditentukan
dari awalnya. Kata-kata seperti jenius, pintar, istimewa, dst itu sangat
mewakili mindset itu. “Kalau sudah pintar ya memang pintar, kalau sudah bodoh
ya akan terus bodoh.” Semua sudah fixed, tidak bisa berubah lagi.
Orang-orang dengan mindset itu sangat percaya dengan keistimewaan. Mereka
sangat mementikan penampilan, karena mereka ingin punya keistimewaan itu. Orang
yang merasa diri dan ingin selalu dipuji pintar, akan selalu berupaya agar privilege itu bertahan. Menurut Carol,
ini justru menghambat, karena orang akan jadi takut salah, takut kelihatan
bodoh, takut gagal. Jadi mereka akan sulit berkembang, karena salah satu syarat
jelas dari perkembangan itu adalah kegagalan. Mereka justru paling benci dengan
itu.
Growth mindset adalah
kebalikannya. Orang-orang dengan mindset ini percaya bahwa semua hal bisa
dipelajari. Selama itu menyangkut kemampuan otak dan didukung oleh kemampuan
fisik yang mumpuni, sebenarnya tidak ada yang menghalangi kita untuk belajar
apapun. Beberapa orang bahkan maju sampai ke titik bahwa walau kemampuan fisik
yang terbatas asalkan kita percaya bahwa kita bisa belajar apapun. Menariknya,
orang-orang seperti itu sangat rendah hati.
Dalam bukunya Mindset itu,
Carol Dweck bercerita tentang Michael Jordan (Legenda Olahraga Basket asal
Amerika Serikat) yang disebutnya sebagai contoh terbaik dari orang yang
memiliki Growth mindset. Dalam satu
kesempatan, Michael pernah berkata bahwa ia selalu heran melihat orang-orang
yang memuja dia bahkan seperti dewa. Itu benar karena saya saja yang tidak tahu
basket, bisa tahu orang itu. Michael Jordan terkenal karena kemampuan bermain
basketnya yang luar biasa. Tapi Ia sendiri berkata bahwa semua orang yang
memuja dia itu salah. Ia bukan dewa, ia bukan jenius, ia menyadari diri hanya
orang yang belajar dengan sungguh-sungguh supaya bisa menjadi pemain basket professional.
Dalam bukunya, Carol Dweck bercerita bahwa sedikit orang tahu kalau Michael
Jordan waktu masih SMA sering ditolak masuk dalam tim basket karena
kemampuannya yang masih lemah. Michael selalu sadar kenyataan itu dan tidak
pernah merasa diri lebih hebat dari orang lain. Karena ia tahu bahwa semua
orang bisa seperti dia, asalkan belajar dan berlatih dengan sungguh-sungguh.
Dan satu lagi, mencintai kegagalan. Karena dengan kegagalan, kita bisa terus
belajar. Tidak penting itu orang menganggap kita bodoh karena sering gagal, yang penting saya terus belajar
dari kegagalan itu.
Kita memang hidup dalam masyarakat yang percaya dengan fix mindset, sedikit saja kita punya
prestasi, orang-orang sudah memuji kita seakan-akan mereka tidak bisa punya
prestasi yang sama atau bahkan lebih. Semua itu keliru. Kalau orang yang
memiliki growth mindset, akan selalu
yakin bahwa tiap orang punya potensi yang sama untuk berkembang. Memang saya
sadari bahwa lingkungan juga berpengaruh. Contohnya, orang tua yang kaya bisa
membayar pengajar-pengajar terbaik untuk mengajar anaknya. Mereka bisa membayar
anaknya untuk belajar di sekolah-sekolah terbaik di dunia. Anak-anak itu tentu
akan lebih cepat berkembang. Dibanding misalnya kita yang punya keterbatasan
ekonomi untuk mendapat pendidikan yang layak, tentu akan tertinggal dari
mereka. Tapi kendati memiliki keterbatasan itu, orang dengan growth mindset tidak akan menyerah, galau dan putus asa. Ia
akan memanfaat berbagai sumber daya yang ada misalnya internet dengan ilmu yang
dengan mudah bisa diakses.
Yang perlu kita sadari bahwa akses untuk pendidikan itu
sangat terbuka sekarang. Hanya saja orang-orang dengan fix mindset selalu merasa diri tidak mampu dan menyerah untuk
menggapainya. Maka dari itu saya tidak setuju dengan wacana soal kita yang
tidak usah bersusah payah untuk menggapai sekolah terbaik karena di dalam
negeri sudah ada. Bagi saya itu suatu pembodohan yang sengaja diwacanakan oleh
orang-orang kaya agar anak-anaknya nanti tetap berkuasa. Bagi orang dengan fix mindset, tidak akan bisa melihat
itu, tapi dengan growth mindset sebenarnya kita sadar bahwa hanya dengan belajar
terus pengetahuan baru kita akan bisa bersaing di dunia sekarang ini.
Orang-orang kaya itu menyuruh kita misalnya supaya sekolah di dalam negeri
dengan kualitas yang bobrok sekarang ini. Sementara mereka mengirim anak mereka
untuk belajar di sekolah/universitas terbaik di dunia agar mereka selalu punya
pengetahuan terbaik dan kita selalu tertinggal. Saya percaya orang-orang muda
yang punya kebebasan untuk menggapai ilmu lebih tinggi, tidak boleh menyerah
dengan keadaan. Selalu belajar ilmu baru, bahasa baru, upadate dengan segala
perkembangan terkini agar kita bisa paham dengan akses-akses yang terbuka untuk
kita. Kita harus selalu berusaha mengejar pendidikan terbaik, kendatipun di
dalam negeri, tapi harus menggapai yang terbaik.
Kedua mindset ini tidak semata-mata menyangkut umur. Banyak
anak muda yang sudah memiliki fix mindset.
Contoh yang saya alami sendiri, banyak mahasiswa yang tidak mau mempelajari
dengan serius, ilmu yang sudah saya berikan. Padahal ilmu yang saya berikan itu
setara dengan ilmu yang didapat anak orang kaya di universitas terbaik di dunia
itu. Mereka lebih memusingkan penampilan supaya tidak kelihatan bodoh di
hadapan orang lain. Sudah pasti kepada orang-orang seperti itu, tidak akan ada
ilmu baru yang bisa diberikan. Karena mereka hanya akan berkutat pada ilmu yang
sudah mereka pahami, yang tidak bisa dipahami itu kalau bisa dijauhi, takutnya
nanti kelihatan bodoh. Padahal ilmu itu dikatakan baru karena belum kita
pahami, kalau sudah dan mudah dipahami, itu nama namanya cerita zaman old.


Mantap.. Bisa dijadikan motivasi yang sangat bagus😊😊
BalasHapusTerima kasih untuk apresiasinya.
BalasHapus