Upaya Hidup Jalan Tengah


Jhon adalah lelaki kaya. Ia bangun di pagi hari, bersiap untuk kerja dengan tujuan utama untuk meraup keuntungan sebanyak mungkin. Ia selalu berpakaian rapi. Netjis, metropolitan, trendy dan wangi menjadi gambaran nampak dari sosok Jhon. Ia adalah orang yang sangat komit dengan pekerjaannya. Bahkan ia merasa pekerjaan itu adalah segala-galanya. Ia menghabiskan banyak waktu hidupnya di tempat proyek yang menghasilkan uang berjuta-juta. Keluarga mungkin menjadi motivasi besar dalam hidupnya. Tapi ia sendiri tidak punya waktu untuk keluarga karena waktu yang dimiliki habis untuk bekerja.
Jaka adalah seorang petani. Ia selalu bangun subuh. Bersiap kerja seadanya untuk pergi ke ladang padi yang dimilikinya. Ia hidup dengan tuntutan yang bergelimang. Alih-aling bergelimang harta, karena keadaan Negara ini yang tidak mendukung kehidupan para petani, Jaka akhirnya hidup dalam kemelaratan. Ia makan seadanya karena anak-anaknya butuh uang. Tiap hari ia selalu pusing karena cuaca yang tidak menentu sama tidak menentunya dengan harga hasil pertanian di pasar. Ia bekerja untuk keluarga tapi ia sendiri tidak punya waktu untuk keluarga karena kebutuhan hidup maka ia perlu mencari pekerjaan lain yang memberi uang tambahan baginya.
Jhon dan Jaka adalah perwakilan dari sebagian kecil orang-orang yang hidup masa kini. Mungkin di suatu waktu mereka bersinggungan dalam berbagai kesempatan. Itu tidak penting. Yang penting adalah kedua orang ini  hidup dalam kedua kutub kehidupan yang membuat mereka harus hidup dengan bekerja membanting tulang seperti tiada akhir. Jhon sangat terobsesi dengan pekerjaannya, sementara Jaka karena keadaan maka perlu bekerja tidak karuan. Kedua orang memperlihatkan dua ekstrim realitas kehidupan. Menariknya, kenyataan tidak perlu selalu ada dalam ekstrim. Sesekali kita bisa membayangkan jalan tengah.
Jalan tengah seperti apa yang bisa dibayangkan dalam kondisi. Memang rasanya tidak adil kalau tulisan ini hadir untuk menjadi hakim atas kehidupan orang-orang yang kita katakan ekstrim tadi. Tapi itu perlu dipertimbangkan dengan serius oleh kita. Salah seorang Nabi yang memperlihatkan jalan tengah di antara ekstrim orang yang serakah ingin menumpuk kekayaan dan orang yang menderita adalah Nabi Yeremia. Ia cukup tegas dengan berkata bahwa orang yang hidup serakah mengumpulkan kekayaan tanpa peduli dengan orang lain akan mendapatkan hukuman dari Tuhan. Aku bukan bermaksud untuk mengabarkan berita kehancuran kepada siapapun dalam hal ini. Tapi ini barangkali memang waktunya kita memikirkan tentang relasionalitas. Seperti dikatakan Armada Riyanto dalam bukunya yang berjudul “Relasionalitas”, bahwa kenyataanya manusia bukan hanya hadir dalam kondisi menyangkut rasionalitas (soal cara memahami dunia) tapi juga relasionalitas (soal cara berhubungan dengan dunia). Kita terhubung dengan dunia bukan hanya bisa memahami dunia.
Kalau membayangkan jalan tengah dari titik ini, mungkin kita bisa mencapai suatu insight. Bekerja bukan hanya soal bertahan hidup. Bekerja dan hidup bukan hanya untuk mendapatkan sesuatu. Tapi hidup itu sendiri adalah soal menjalin relasi. Hidup yang sesungguhnya adalah hidup yang mempertimbangkan relasi. Mungkin kita bertanya, bagaimana mau pikir relasi, hidup saja sudah susah? Barangkali kesusahan itu lahir dari pikiran kita. Mungkin kita juga pernah mendengar perkataan orang bahwa yang peduli dengan sesama, tidak akan jatuh miskin. Seringkali rasa susah hidup juga lahir karena kecenderungan untuk membanding-bandingkan diri sendiri..
Lebih baik berhenti sekarang, Bung. Karena nada bicaranya mulai seperti khotbah. Yang penting pelajarannya sekarang. Harus lebih banyak meluangkan waktu membaca agar tulisan bisa selalu segar. Tidak terkungkung pada kekakuaan pandangan yang membosan. Apa artinya tulisan banyak tapi membuat orang jenuh membacanya ? Iya  kan beb?  

Komentar

Postingan Populer