Mengasihi yang Lain


Mengasihi Yang Lain
Belajar dari Kisah Abraham dan Abimelekh (Kej. 20)

Oleh : Yan O. Kalampung

Allahu Akbar, Allahu Akbar” teriakan menggelagar. Lalu…

Buuuuuummmmm” terdengar suara ledakan.

Mulai dari tahun 2000 hingga sekarang, ledakan bom adalah hal yang biasa bagi Negara Indonesia. Sudah beberapa kali kita mendengar berita mengenai hal itu, Bom Bali 1 dan 2, Bom J.W. Marriot dan peristiwa bom lainnya. Media massa banyak memberitakan hal tersebut. Kita pasti sudah tahu bahwa beberapa peristiwa ledakan bom yang terjadi beberapa waktu lalu itu disebabkan oleh Bom Bunuh diri.

Sang Pengantin adalah sebutannya. Sebutan untuk orang yang dipersiapkan dan melakukan Bom Bunuh diri. Sang Pengantin ini adalah orang-orang yang sengaja dipersiapkan untuk mempersembahkan dirinya menjadi alat untuk suatu keyakinan. Keyakinan bahwa darah orang yang tidak satu keyakinan dengan mereka adalah halal untuk ditumpahkan.

Sang Pengantin ini tidak bersalah. Mengapa? Karena mereka yang melakukan ini hanyalah orang dicuci otaknya (Brain Wash).

Ada suatu kisah Abraham dan Abimelekh. Ia adalah raja Gerar.

Lalu Abraham berangkat dari situ (Mamre) ke Tanah Negeb dan ia menetap antara Kadesy dan Syur. Ia tinggal di Gerar sebagai orang asing .” Begitu dikisahkan.

Abraham menjadi orang asing di wilayah kekuasaan Gerar. Ini adalah suatu hal yang biasa bagi Abraham. Karena sejak dipanggil menjadi utusan Allah, ia berganti status menjadi seorang Pengembara. Namun ada suatu hal berbeda yang terjadi pada saat Abraham berkunjung ke tanah Gerar.

Oleh karena Abraham telah mengatakan tentang Sara, isterinya: “Dia saudaraku” maka Abimelekh, raja Gerar, menyuruh mengambil Sara.” Ujar si penutur kisah.

Sara tidak disentuh oleh Abimelekh. Dan tiba-tiba Tuhan datang kepada Abimelekh dalam mimpi. Ini hal yang luar biasa. Sebab pada waktu itu, orang-orang yang menjadi Pembaca pertama bagian Kitab ini adalah orang-orang Israel yang meyakini bahwa Tuhan hanya berpihak pada mereka.

“Tuhan! Apakah Engkau membunuh bangsa yang tidak bersalah?”  ujar Abimelekh.

Ini pengakuan iman dari Abimelekh. Seorang Raja Gerar yang memiliki keyakinan/agama yang berbeda dengan Abraham. Karena waktu itu, Tuhan hanya dipahami berdasarkan bangsa, suku atau Negara. Jadi tiap suku, bangsa atau Negara memiliki agamanya masing-masing.

Sang Pengantin adalah orang yang tidak tahu apa-apa kemudian dicuci otak untuk melakukan hal yang kejam sekalipun. Sama seperti Abimelekh, ia tidak tahu apa-apa mengenai Sara karean Abraham hanya mengatakan bahwa ia adalah saudaranya.

Aku tahu juga, bahwa engkau telah melakukan hal itu dengan hati yang tulus, …”

Tuhan mengetahui isi hati seseorang. Ia pasti tahu isi hati orang-orang yang menjadi Sang Pengantin. Orang-orang yang dengan tulus hati melakukan hal yang dikira Firman Tuhan bahkan dengan rela menyerahkan nyawa mereka untuk itu.

Maka sekarang kembalikanlah isteri orang itu, …”

Kita seringkali bersikap seperti Abraham yang menaruh curiga kepada semua bangsa yang ia temui (Kej. 11-14). Kita menaruh curiga kepada semua saudara kita yang beragama lain terutama Islam. Kita pikir mereka semua sama seperti orang-orang yang berniat melakukan hal yang kejam.

Padahal tidak semua orang berpikir seperti itu, bahkan orang yang menjadi Sang Pengantin sebenarnya hanya menjadi Korban dari orang-orang tersebut.

Sangat ironis misalnya, jika berprasangka buruk sama seperti yang Abraham perbuat.
Penting seharusnya kita mencontoh Tuhan menilai orang dengan isi hati mereka. Bicaralah. Bercakaplah dengan saudara-saudari kita yang beragama lain. Ingatlah bahwa sebelum Tuhan menjatuhi Hukuman kepada Abimelekh, Ia terlebih dahulu berbicara dengannya.

Kita tidak bisa menaruh prasangka yang buruk terhadap setiap orang tanpa mengetahui kisah mereka. Kita tidak bisa memberikan penilaian terhadap perilaku orang lain tanpa mengetahui maksud mereka berbuat hal itu.

Mungkin dari percakapan kita dengan saudara kita yang beragama lain, maka kita dapat menemukan bahwa mereka juga layak untuk dikasihi.

Tuhan Allah selalu berbuat begitu karena Tuhan adalah Kasih.

Dalam kisah Manusia jatuh ke dalam dosa, Tuhan datang dan bercakap langsung dengan Adan dan Hawa (Kej 3). Sebelum membumi  hanguskan Niniwe, Tuhan mengirim Yunus untuk bercakap dengan mereka (Yunus 1-3) dan sikap Allah yang lainnya. Sungguh mengecewakan kalau kita tidak melakukan hal yang demikian..

Choan-Seng Song, salah seorang Teolog dan Taiwan dalam Bukunya Yesus dan Pemerintahan Allah, mengatakan bahwa kita selama ini selalu memandang orang lain dengan melihat perbedaan kita. Coba kita misalnya melihat orang lain itu sebagai orang yang sama-sama ingin mengembangkan kehidupan. Itu pasti akan menjadi suatu hal yang indah.

Kita hidup di Dunia yang sama. Apalagi di Indonesia ini dengan kemajemukan dalam berbagai segi, terutama agama. Kita di Indonesia mengenal 5 Agama. Itu belum dihitung dengan aliran-aliran yang ada di dalam dan di luar agama-agama tersebut. Seharusnya kita saling menghormati kemajemukan tersebut.

Saya merasa kaget ketika mendegar Pengumuman pada suatu Gereja tentang Penolakan terhadap pembangunan Mesjid. Ini hal yang mengherankan sekaligus mengecewakan. Sungguh tidak mencerminkan kasih kepada yang lain. Semoga hal ini tidak dicontoh oleh Jemaat yang lain.

Komentar

Postingan Populer