Semua bermula dari mimpi saat bangun
Menulis tentang awal mula perjuangan untuk meraih mimpi, cukup
membingungkan bagi saya. Impian yang saya miliki, sering berubah.
Waktu kecil
saya pernah punya cita-cita untuk menjadi seorang Pendeta.
Saya ingat waktu kelas 4 Sekolah Dasar, Mama saya bertanya
saya ingin jadi apa. Dengan tegas saya menjawab, ingin jadi pendeta. Saya tidak
paham betul kenapa saya bisa seyakin itu.
Mungkin karena waktu kecil, saya tipe pemalu. Saya tidak
berani bicara di hadapan orang lain. Saya ingat dulu pernah diminta memberi
sambutan dalam Bahasa Inggris waktu SD.
Ya bisa diperkirakan. Saya mandi keringat di hadapan orang
banyak. Kertas contekan sambutan itu akhirnya basah. Tapi saya berhasil
menyampaikan dengan cukup baik. Lagipula kan orang tidak mengerti.
Karena sering ikut Opa dan Mama yang adalah aktivis Gereja,
akhirnya saya mengidolakan pendeta. Mungkin saya melihat para pendeta itu
adalah kebalikan dari diri saya. Dan saya ingin agar jadi orang yang pintar
bicara di depan umum seperti mereka.
Itulah barangkali motivasi saya waktu kecil ingin menjadi
pendeta.
Selain pengalaman mula seperti itu, sebenarnya saya punya
cerita lain.
Saya adalah anak yang tidak pintar bergaul. Lebih tepatnya,
saya anak yang tidak diizinkan bergaul bebas. Mama saya adalah orang yang sangat
protektif.
Saya jarang keluar rumah. Kalaupun berhasil keluar rumah,
saya merasa tidak nyaman karena sering merasa diawasi. Tak jarang saya banyak
menghabiskan waktu di dalam rumah. Saya banyak menonton teman-teman yang
bermain di luar melalui jendela rumah.
Mungkin ini yang mendorong saya memiliki impian lain.
Karena sering dikurung dalam rumah, saya menghabiskan banyak
sekali waktu untuk menonton TV. Salah satu acara TV yang sangat berpengaruh
bagi saya adalah Global Kampus. Senang sekali rasanya saya melihat
gambar-gambar kampus luar negeri.
Acara TV itu tidak terlalu populer saya kira. Hingga
akhirnya waktu penayangannya saat tengah malam. Saya yang penasaran, rela tidak
tidur, hanya untuk menunggu acara itu.
Waktu itu saya tidak memiliki keyakinan pasti seperti
cita-cita yang tadi. Tapi saya kira pengalaman menonton itu sangat berpengaruh
bagi saya. Ini yang tanpa sadar memunculkan cita-cita lain dalam diri saya
untuk bisa sekolah ke luar negeri dan berkeliling dunia.
Saya tidak punya rencana apa-apa soal itu. Karena cita-cita
yang sangat yakin saya sampaikan sebelumnya, sangat disenangi Mama. Akhirnya
hidup saya diarahkan kesitu.
Saat-saat selanjutnya banyak sekali dihabiskan dengan
mengikuti Ibadah. Bahkan di umur yang sangat muda, saya sudah dipilih untuk
jadi Koordinator organisasi Remaja di kampung saya. Walaupun sebenarnya itu
lebih karena faktor Ibu saya yang adalah Penatua.
Singkat cerita, saya akhirnya lulus SMA dan harus memilih
untuk melanjutkan studi. (Bersambung)

Kisah yang keren Moreh, introvert yang ingin berkemang, hehehe walau mengagumi ekstrovert, tapi sejatinya introvert 👏
BalasHapus