Indonesia Tidak Siap Menghadapi Covid-19


Diskusi online yang diadakan oleh Fakultas Ilmu Sosial dan Politik, Universitas Gadjah Mada Yogyakarta (FISIPOL UGM) menandai peluncuran buku mengenai Tata Kelola Penanganan COVID-19 di Indonesia. Buku itu  perlu diapresiasi karena memperlihatkan kesiapan universitas sebagai dapur Ilmu Pengetahuan dalam menghadapi persoalan yang dihadapi oleh masyarakat. Rencananya bukunya  nanti bisa diperbanyak secara gratis oleh pihak yang berwenang.
Isinya beragam, mulai dari kajian politik, sosiologis, kultural dan ilmu komunikasi. Semua dibungkus dengan kajian mendalam terhadap fenomena yang sementara terjadi. Data-data yang dikumpulkan paling terbaru adalah per tanggal 20 April 2020. Karena itu buku ini disebut sebagai kajian awal dari persoalan yang masih berlanjut dan penuh misteri kedepannya. Saya sendiri belum membaca buku itu, catatan ini dibuat berdasarkan diskusi tersebut yang menghadirkan para penulis buku itu (karena buku ini kumpulan tulisan), para penelaah melakukan review terhadap tulisan-tulisan itu dan para peserta yang terbuka untuk umum.

Beberapa hal  menarik yang saya tangkap dari diskusi tersebut, misalnya kebijakan yang dibuat oleh Pemerintah Indonesia selama ini masih berbasis kepentingan politik dan bukan berbasis ilmu pengetahuan. Salah satu pemimpin teladan dunia dalam menghadapi covid-19 ini adalah Angela Markel, Kanselir Jerman. Memang ini tidak disebut dalam diskusi, tapi saya kira contoh paling jelas dari pemimpin yang mendasarkan kebijakannya pada ilmu pengetahuan adalam Markel. Ini tidak mengherankan karena latar belakang Markel yang adalah ilmuwan. Kalau Indonesia, tetap ekonomi yang jadi faktor utama penentu kebijakan karena pemimpin kita berlatar belakang itulah.
Dalam diskusi itu saya bertanya, bagaimana rekan-rekan FISIPOL UGM melihat persoalan ini secara khusus. Untuk apa capek membuat kajian ilmiah, kalau toh nanti tidak diperhatikan. Mereka menjawab bahwa memang sudah tugas universitas untuk membuat kajian bukan hanya untuk mempengaruhi kebijakan tapi juga untuk literasi masyarakat. Walaupun begitu, mereka juga mempersiapkan rekomendasi untuk kebijakan Pemerintah.
Kebijakan Pemerintah Indonesia menghadapi covid-19 memperlihatkan dengan gamblang sistem kesehatan Indonesia dikuasai oleh industri pasar. Banyak sekali kebijakan yang dibuat oleh Pemerintah Indonesia, khususnya dalam bidang kesehatan, sangat mengikuti logika pasar yang berbasis pada keuntungan. Dalam logika pasar seperti ini, masyarakat kelas bawah tidak punya harapan banyak untuk bertahan hidup. Sebab penguasa pasar yang menentukan segala-galanya. Ini yang disayangkan.
Krisis epidemik ini sebenarnya mendorong tiap elemen masyarakat untuk mengerahkan tenaganya secara kolektif. Tiap tindakan yang individualistis akan sangat merugikan banyak pihak. Karena semua orang terdampak dengan persoalan ini. Perlu ada upaya untuk mengkonversi modal sosial dalam masyarakat seperti nilai-nilai kebersamaan, nilai kekeluargaan dst yang bisa mendorong masyarakat bertindak secara cepat dan cermat menghadapi persoalan ini.
Yang perlu diperhatikan secara khusus ketika terjadi krisis seperti ini adalah kelompok pekerja informal dan para penyewa yang tidak punya persiapan apa-apa menghadapi krisis seperti ini.
Akhirnya, mau tidak mau kita perlu menyesuaikan diri dengan normalitas baru yang ada sekarang. Dengan cara melihat persoalan ini dengan waspada dan serius serta menerima kenyataan bahwa ketidakpastian akibat epidemic itu akan berlangsung lama.

Komentar

  1. Jelas akan berlangsung lama. Karena itulah pemerintah seharusnya jujur dengan situasi yang ada...

    BalasHapus
  2. Bila logika pasar masih menjadi acuan tak dapat disangkal tujuan dari penanganan virus nanti bukan memenangkan kemanusiaan tapi kepentingan pasar, tapi mudah2an tidak begitu..

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan Populer