Cerita Risetku #1 Sebuah awal yang nekad
| Bagian dalam dari Brotherton Library, University of Leeds Di dalamnya menyimpan banyak koleksi tulisan-tulisan kuno. Dok. pribadi. |
Dari sebuah nasihat jitu yang saya percayai, salah satu
kunci kesuksesan dari mahasiswa doktoral adalah terus mampu merefleksikan
perkembangan risetnya. Kemampuan ini sangat mendukung mahasiswa dalam hal
mengetahui kelemahan dan kelebihan diri sendiri dari berbagai hal terkait riset
yang sementara dijalani.
Dengan berpegang pada nasihat itu, saya merasa perlu memulai
seri cerita ini.
Riset yang sementara saya jalani dalam program doktoral di
University of Leeds ini adalah An Inter-Indonesian
postcolonial trauma reading of the Book of Ecclesiastes.
Awal mula riset ini sesungguhnya adalah sesuatu yang nekad.
Karena sebelumnya saya tidak pernah menulis atau meneliti tentang kajian trauma
dalam kaitannya dengan bidang apapun.
Ceritanya saya sedang galau untuk menentukan tema proposal
riset untuk doktoral. Sebelumnya saya sudah punya sebuah tema lain yang saya
ajukan ketika mendaftar beasiswa LPDP.
Riset itu tentang Teologi Laut dalam Kitab Mazmur dan sudah
mendapatkan calon pembimbing di University of Cambridge. Tapi karena kemampuan
bahasa Inggris saya yang tidak memenuhi standarnya Cambridge, saya akhirnya
tidak bisa melanjutkan tema riset tersebut.
Karena teman-teman yang sementara menjalani kuliah doktoral
dengan salah satu Teolog Trauma ternama di Indonesia, saya kemudian tergoda
untuk masuk dalam kajian trauma dan kitab Pengkhotbah.
Sebelumnya saya sudah meneliti kitab Pengkhotbah sejak studi
tingkat S1. Salah satu keinginan dalam hati saya, adalah saya ingin menuntaskan
riset tentang kitab Pengkhotbah di tingkat S3, maka saya mengarang proposal S3
dengan berbekal buku-buku yang saya dapatkan terkait kajian Trauma.
Walau saya sudah pernah meneliti tentang kitab Pengkhotbah,
tapi membacanya dengan perspektif Trauma adalah persoalan lain.
Setelah saya telaah, kajian seperti ini masih sangat sunyi.
Maka dengan nekad, meski saya tidak paham betul apa itu kajian trauma, akhirnya
saya mendaftar ke berbagai universitas dengan proposal tersebut.
Tak dinyana ternyata ada dua orang professor yang tertarik dengan
proposal riset itu. Dari University of Birmingham dan University of Leeds.
Saya sebenarnya tertarik dengan Birmingham terlebih dahulu
entah mengapa, mungkin karena professor di situ yang terlebih dahulu suka
dengan tema yang saya ajukan dan dengan berbekal proposal yang saya buat, saya
mendaftar ke University of Birmingham. Dan saya ditolak.
Waktu itu saya panik dan mengirim email ke professor dari
University of Birmingham yang sebelumnya sudah menyetujui proposal yang saya
kirimkan kepadanya. Perlu diketahui, prosedur pendaftaran di Inggris untuk
tahapan S3 harus didahului dengan mencari cari pembimbing dulu sebelum
mendaftar secara resmi ke universitas tempat professor tersebut bernaung.
Di negara lain seperti Amerika Serikat memiliki prosedur
yang berbeda. Dan saya juga sudah mendaftar ke beberapa universitas di sana.
Tapi karena nilai tes bahasa inggris saya tidak mencukupi, akhirnya saya
ditolak juga. Hanya Inggris yang menerima nilai tes bahasa Inggris saya yang
rendah.
Singkat cerita, professor dari Birmingham itu membalas email
saya dengan mengatakan bahwa proposal saya belum memenui standar S3.
Argumentasinya belum jelas dan dasar teoritiknya masih kurang. Dengan demikian
ini merupakan kendala dari saya pribadi. Saya perlu memperbaiki diri.
Saya lalu belajar lagi tentang kemampuan menulis akademik.
Dari bacaan mengenai itu saya kemudian menyadari bahwa saya memang menulis
belum rapi, sehingga membingungkan pembaca. Saya memperbaiki proposal tersebut
dengan bertumpu pada pengetahuan menulis akademik yang baru saya dapatkan.
Proposal yang sudah diperbaiki kemudian saya kirim ke salah
seorang profesor di University of Leeds. Beliau memang punya keahlian di bidang
kajian psikologis terhadap Alkitab. Maka kajian trauma juga merupakan bagian
yang ia tertarik.
Prof tersebut tertarik dan menyarankan saya mendaftarkan
secara resmi ke universitas. Sebagai bagian dari persyaratan mendaftar ke
program doktoral, saya diminta untuk menyertakan satu tulisan akademik utuh di
samping proposal studi doktoral. Maka sayapun menerjemahkan tesis S2 saya ke
dalam bahasa Inggris. Dan hasilnya saya diterima.
Sebuah hal yang mengagetkan, ternyata riset mengenai agama
dan trauma merupakan sesuatu yang subur di Leeds. Setelah saya menjadi
mahasiswa doktoral di Leeds, ternyata ada beberapa orang mahasiswa doktoral
yang memang sementara mengerjakan riset mengenai agama dan trauma, baik itu
secara biblis, riset sosiologis dan historis.
Begitulah awal mula riset doktoral saya ini, berikutnya saya
akan bercerita tentang tahap awal saya menetapkan fokus riset karena ternyata
untuk studi doktoral, proposal yang saya buat sebelumnya belum cukup mendalam
dan butuh penyempitan fokus agar analisis yang dihasilkan bisa mendalam dan
tajam.
Saya sampai 5 kali mengganti fokus untuk itu. Ternyata
kenekadan saya untuk memulai riset ini harus dibayar dengan kerja keras
sekeras-kerasnya. Bersambung.

Komentar
Posting Komentar