Winenet Satu, 1 Agustus 2013
Untuk lepas
dari “kesadaran palsu” memang tidak mudah. Apalagi hal tersebut sudah
kubiasakan mendarah daging dalam pikiranku selama bertahun-tahun. Sehingga di
waktu-waktu ini sangat sulit lepas darinya. Tak pernah kusangka kalau ternyata
hal ini akan menjadi penghambat yang besar dalam menggapai cita-citaku.
Setelah
kupikir-pikir, barangkali yang membuat aku tidak bisa mengerjakan dengan baik
semua soal-soal ujian dalam test masuk UKDW karena di saat-saat itu aku mulai
menyadari isi hatiku yang sesungguhnya. Bahwa selama ini aku tidak mempedulikan
keluargaku, terutama ayah dan adiku.
Cita-citaku
ini bukanlah hal yang diluar isi hatiku. Kuyakin itu. Buktinya, setelah aku
gagal dalam ujian test masuk, hatiku merasa sangat sedih. Apalagi ketika aku
beranjak pulang dari jogja. Pedih rasanya. Untuk sekolah setinggi-tingginya dan
seluar-luar mungkin adalah keinginan hatiku yang dalam. Tapi sebelum semua itu
kuperjuangkan, rupanya hatiku memanggilku untuk setidaknya mengabdi selama satu
tahun di rumah. Aku menulis ini dengan hatiku bergetar. Aku yakin inilah yang
saat ini paling g kuinginkan. Mengenai persoalan “kesadaran palsu ” tadi,
inilah yang paling mengganggu. Bahwa kadang aku masih tertipu.
Kalau nanti
aku berhadapan dengan tantangan itu lagi, dan aku masih bisa bertahan selama
satu tahun ini untuk mencurahkan semua isi hati. Aku sadar itu hanyalah
Anugerah Tuhan. Dan Anugerah inilah yang menjadi pegangan dan pengharapanku
untuk menjalani hidup kini dan yang akan datang.
Untuk sementara
ini, yang menemaniku adalah buku “Sokola Rimba”-nya Butet Manurung. Dalam
beberapa waktu yang akan datang, kuberharap aku bisa mengisi waktu luangku dari
mengurus keluarga dengan mengikuti kursus Bahasa Inggris dan semoga aku bisa
mendapat orang yang bersedia untuk mengajariku beberapa hal tentang matematika
untuk Tes Potensi Akademik sebagai persiapanku mengikuti Test Masuk UKDW tahun
depan.
Satu hal
lagi yang kusadari akhir-akhir ini, kalau ternyata melihat lingkungan sekitar
yang tertata dengan rapi, rupanya menyejukkan pikiran. Memang kamarku yang
paling berantakan, tapi dengan menyadari kesejukan pikiran yang baru ini,
menjadi jelas bahwa begitu banyak tugasku di rumah ini yang selama ini
kutinggalkan, selama aku bermalas-malasan di Tomohon. Menulis seperti ini
memang tiada akhirnya. Sebaiknya kuakhiri sekarang. Untuk hari ini.

Komentar
Posting Komentar