Kebaikan Sederhana

Kebaikan Sederhana

Seorang teman menulis di status Facebooknya, begini : “Dulu saya kira orang Amerika sangat individual. Ternyata itu salah karena di bus atau kereta orang selalu berdiri dan memberikan tempat bagi orang yang membawa anak kecil. Di sini di Indonesia di dalam bus ini, Ibu yang menggendong anak kecil harus rela berdiri dan tak seorangpun rela memberikan tempat bagi Ibu itu. Laki-laki dan perempuan muda di sampingnya duduk dan ngobrol tanpa menghiraukan Ibu yang kepayahan itu. Kita memang bangsa yang tak bernurani...”. Pernyataan ini betul-betul menyayat hati tapi tak bisa kupungkiri bahwa itu ada benarnya juga dan seringkali terjadi. Jarang juga saya sendiri melihat ada orang yang bersedia untuk berbuat kebaikan yang sederhana itu.
Seorang pelatih Spiritual dari India, Anthony de Mello pernah berkata:”Kebaikan yang sesungguhnya adalah kebaikan sederhana yang kita lakukan untuk orang yang tidak dikenal.” Ia berpendapat demikian karena bagi dia, hal sederhana yang kita lakukan untuk orang yang tidak dikenal adalah wujud yang tertinggi dari kasih tanpa menuntut balas, atau dalam bahasa kerennya, tulus, seperti nama beberapa orang (termasuk salah seorang penyanyi). Ketulusan selalu menjadi hal penjamin utama dari kualitas hidup seseorang. Ketika pacaran, sang kekasih selalu menilai seseorang layak atau tidak menjadi kekasihnya dilihat ketulusan dari orang tersebut untuk hadir setiap dibutuhkan. Kita selalu ingat guru yang pernah mengajar kita karena setiap didikan mereka itu begitu bermanfaat bagi kita. Bukankah guru disebut “Pahlawan tanpa tanda jasa”? Di sisi lain, kita menghormati, menyanjung, menyayangi orang tua kita karena kita tahu bahwa semua cinta, kasih sayang pengorbanan dari orang tua kita itu dilakukan dengan penuh ketulusan. Semua itu dilakukan mereka semata-mata demi kebahagiaan dan kesejahteraan kita.
Seringkali perbuatan-perbuatan sederhana yang kita lakukan tanpa kita ingat pernah melakukan, mungkin memiliki dampak yang besar bagi orang lain. Seperti yang diceritakan oleh teman saya tadi, bahwa dari sebuah perilaku sederhana sebenarnya bisa dinilai nurani dari suatu Bangsa. Bagaimana mungkin kita bisa menilai Amerika itu begitu individualis, sedangkan kita sendiri punya sikap yang tidak berperasaan itu? Teman saya tersebut bisa menilai demikian karena ia sendiri baru pulang dari Amerika setelah menempuh studi selama lebih kurang 4 tahun di sana. Ia sendiri mengakui bahwa pernah berpikir yang keliru tentang Amerika, tapi justru setelah kembali dari sana ia kaget bahwa pikirannya yang buruk tentang bangsa lain ternyata ada di bangsanya sendiri.
Sikap-sikap yang tidak berperasaan seperti itu bisa muncul karena kita sudah mengeraskan hari. Dalam istilah pengembangan diri disebut Hardness of Heart atau dalam bahasa Indonesianya Kekerasan Hati. Hal yang negatif itu bisa bertumbuh dalam diri kita karena masa lalu kita. Bahwa di masa lalu kita tidak pernah dididik atau mendidik diri kita untuk melakukan kebaikan yang sederhana adalah hal yang paling masuk akal untuk menjadi alasan. Selain itu, luka batin di masa lalu juga bisa menjadi penghalang untuk kita berbuat baik. Misalnya, kita dulu mungkin pernah mengalami perlakuan yang tidak baik dari orang lain sehingga kita jadi malas untuk berbuat baik. Itu mungkin bisa jadi alasan, tapi bukankah kebaikan yang sederhana itu tidak menuntut balasan. Luka batin perlu diobati dengan kita melatih diri untuk percaya bahwa kebaikan itu perlu dilakukan walaupun tanpa balasan. Ketulusan yang penting. Bukankah kita juga ingin orang lain juga tulus terhadap kita? Saya selalu diingatkan oleh salah seorang kenalan yang umurnya jauh lebih tua bahwa kita berbuat baik bukan supaya kita berharap mendapat sesuatu, atau kita berharap masuk surga, masuk ini atau masuk itu, tapi kita harusnya berbuat karena itu adalah adalah hal yang baik untuk dilakukan. Karena kalau kita berbuat untuk mendapatkan sesuatu, kita tak ubahnya seperti pembantu yang bekerja untuk mendapatkan imbalan. Kebaikan sederhana adalah wadah sesungguhnya untuk melaksanakan hal tersebut.Memang kebaikan yang sederhana selalu menjadi hal yang mungkin tidak akan kita pikirkan lagi setelah dilakukan. Tapi kalau hal tersebut bisa kita jadikan kebiasaan bahkan tanpa sadari bisa kita lakukan maka itu sesungguhnya merupakan pencapaian luar biasa dari diri kita.

Komentar

Postingan Populer