Rany : Terima dan rubah di waktu lain!
CICO’, nama panggilan yang sering ia pakai untuk memanggil saya. Saya tidak
tahu pasti alasannya, mungkin karena dimatanya, saya kelihatan orang yang suka
banyak bergerak (atau Cico dalam bahasa Manado). Memiliki badan yang agak
gemuk, kulit hitam tapi tidak manis, mata bulat namun kelihatan sipit karena
memakai kacamata, rambut agak kribo akibat rebonding, suka memakai celana ketat
ala 80-an adalah bentuk perawakannya.
Ia akhir-akhir ini sering menghabiskan waktu
untuk melihat-lihat Handphone Blackberry yang
ia punya. Saya tidak tahu mengapa, barangkali karena baru kali ini ia melihat
Smartphone mahal seperti itu (alias Mangkage
dalam Bahasa Manado). Saya hanya bercanda.
Nama lengkapnya Rany Christiani Abidjulu. Ia
adalah anak bungsu dari keluarganya. Sampai sekarang saya tidak tahu pasti,
berapa jumlah anggota keluarganya. Selain karena, itu tidak terlalu bermanfaat
tapi juga itu jarang dibicara-bicarakan olehnya. Mungkin juga pernah
dikatakannya kepada saya dalam suatu kesempatan, tapi saya tidak menyimak
dengan baik. Ia berasal dari Poso, Sulawesi Tengah. Gaya hidupnya yang cukup
modern, menandakan ia tinggal di Poso bagian perkotaan.
Belakangan saya juga menjadi tahu, ternyata
salah seorang kakaknya laki-laki yang mendirikan HGMKP (Himpunan Gerakan Mahasiswa
Kota Poso). Dari rany, saya juga mendapat informasi bahwa organisasi ini cukup
aktif dalam menyatukan kembali Mahasiswa asal Kota Poso yang bermukim di
Sulawesi Utara, terlebih khusus Manado, dengan berbagai kegiatan yang mereka
lakukan.
Ini tulisan saya yang pertama. Bukanlah
pertama dalam arti tulisan yang pertama saya buat. Sebab tulisan pertama yang
saya buat adalah pada waktu saya masih Taman Kanak-kanak (TK) GMIM Kanaan
Winenet. Maksud saya pertama adalah tulisan pertama yang berisi kesan atau ulasan
tentang sosok pribadi orang lain.
Oh, saya baru ingat! Ternyata ini bukanlah
yang pertama. Tulisan pertama saya adalah tulisan yang berisi kesan saya
terhadap sosok (Alm.)Pdt. Dr. A. F. Parengkuan, M.Th. pada waktu beliau baru
meninggal dunia. Tulisan itu berjudul Sang
Beliau, kalau ada tertarik untuk membaca, tulisan itu sekarang masih
tersimpan di Blog saya (www.yan-o-kalampung.blospot.com)
dan di alamat Facebook saya.
Sesudah itu ada tulisan saya kedua yang berisi
kesan dan ulasan dari sosok Bpk. Robin Sosinggih, seorang Kepala Desa Labotan,
Kecamatan Balantak, Kabupaten Luwuk Banggai, Provinsi Sulawesi Tengah.
Pengalaman bertemu dan kenal dengan Bapak Robin, saya dapatkan ketika saya
mengikuti Program Pengenalan Lapangan (PPL) Fakultas Teologi Universitas
Kristen Indonesia Tomohon (UKIT) selama 42 hari tepatnya Juni-Agustus 2011 di
Jemaat GKLB “Bukit Sion” Labotan.
Saya begitu terkesan dengan karakternya yang
bagi saya cukup inspiratif, sehingga ketika diberikan tugas untuk membuat
tulisan pada waktu saya mengikuti Kursus Menulis Narasi yang diselenggarakan
oleh Yayasan Pantau bekerjasama dengan Mawale Movement dan UKIT, maka saya
membuat tulisan tentang beliau yang berjudul Berpikir Berbeda (Kisah seorang Kepala Desa di Sulawesi Tengah).
Tulisan itu hanya saya presentasikan pada waktu Kursus dan sudah tidak
terbitkan lagi selesai itu. Itu karena isinya yang barangkali terlalu
menyinggung.
Jadi, sebenarnya ini tulisan yang ketiga. Tapi
saya pikir tidak apa-apa, karena pasti Rany merasa senang saya membuat tulisan
ini. Selanjutnya, alasan saya memilih Rany untuk menjadi objek penulisan saya
yang ketiga ini adalah karena sekarang ia menjadi Rekan saya di Kuliah Kerja
Nyata (KKN) yang sementara kami lakukan di Kelurahan Girian Atas, Kecamatan
Girian, Kota Bitung, Provinsi Sulawesi Utara. Memang ada teman lain yang
menjadi rekan saya pada saat KKN ini, namun saya rasa Rany lebih cocok untuk
menjadi “Kelinci” Percobaan saya kali ini.
PERTEMUAN saya dengannya tidaklah terlalu spesial. Saya bertemu dan kenal dengannya
hanya karena ia adalah teman se-Angkatan saya, tepatnya Angkatan 2008 di
Fakultas Teologi UKIT. Dan pada awal-awal masa kuliah di Fakultas Teologi UKIT,
kami semua se-Angkatan bertemu di satu Kelas Kuliah. Tidak ada yang spesial
darinya pada waktu itu. Kepribadiannya yang cenderung Pendiam pada waktu
pertama kali berjumpa, menambah kesan ketidakberadaannya di hadapan saya.
Saya sebenarnya sudah lupa-lupa ingat kapan
dan dimana kami pertama kali berjumpa. Mungkin ia ingat pasti kapan kami pernah
bertemu, tapi yang saya ingat kami yang tinggal satu Kompleks Asrama Fakultas
Teologi UKIT yang lama kelamaan sudah menjadi akrab seperti saudara. Ada suatu
petunjuk yang boleh dilihat yaitu kebanyakan dari kami Angkatan 2008 pasti
pertama kali bertemu di Pertemuan Perdana yang dilaksanakan oleh Panitia
Pembinaan Mahasiswa dan Pengenalan Kampus (PMPK) tahun 2008 di Ruang Kuliah 5
Fakultas Teologi UKIT.
Mungkin juga setelah waktu itu kami menjadi
lebih kenal satu sama lain karena kebiasaan saya yang sering sembarangan masuk
ke Asrama Wanita untuk bercakap-cakap (Bakarlota
dalam Bahasa Manado).
Pada waktu itu juga Asrama Melati Fakultas
Teologi UKIT yang ditempati oleh Rany dan beberapa teman wanita lainnya, tepat
menjadi jalan lewat dari Kompleks Asrama Lelaki menuju tempat kami Makan
bersama (Korvei adalah istilah yang
kami pakai) di Gedung Serbaguna Kalutay Fakultas Teologi UKIT. Sehingga
seringkali sebelum tiba di tempat makan, kami seringkali singgah ke Asrama
Melati untuk bercakap-cakap dan kadang-kadang meminjam alat makan dan minum
(yang setelah itu sulit untuk dikembalikan).
Seiring berjalannya waktu, kami memang sering
bertemu di banyak kesempatan. Namun seingat saya, kami tidak pernah bertemu dan
bekerjasama dalam satu kelompok di kegiatan apapun. Rany adalah tipe orang yang
tidak mau terlalu sibuk. Ia lebih memilih untuk santai di tempat tinggalnya
daripada menyibukkan diri di kegiatan-kegiatan lain di luar kuliah.
Satu-satunya kegiatan Angkatan yang ia tekuni adalah ia pernah menjadi Pengurus
Seksi Kerohanian di Angkatan 2008 dan di beberapa kesempatan ia sering
kelihatan memimpin Ibadah Angkatan 2008.
Seperti kebanyakan wanita di Angkatan kami,
Rany juga termasuk orang yang tidak semangat untuk belajar. Saya jarang
melihatnya belajar di Perpustakaan, kalaupun ada, itu cuma karena kebutuhan
Tugas-tugas Kuliah. Dari informasi yang ia berikan, mungkin ini juga disebabkan
Ilmu yang ia pelajari sekarang, bukanlah keinginannya yang sesungguhnya.
Sehingga ia menjadi tidak terlalu bersemangat untuk mendalami ilmu yang
pelajari sekarang.
Dalam hal percintaan, seperti kebanyakan
wanita zaman sekarang, ia sangat berpengalaman. Informasi pertama yang saya
dapatkan tentang hal itu, adalah ketika ia menjalin cinta dengan seorang Senior
di Kampus kami. Selain itu, saya juga tidak tahu pasti siapa-siapa lagi yang
pernah menjalin cinta dengannya. Darinya, saya banyak mendapat masukan perihal
hal apa yang saya harus lakukan dalam hal percintaan karena banyaknya pengalaman
yang ia miliki.
Pada tahun 2010, saya pernah menjalin hubungan
asmara dengannya. Sangatlah singkat waktu yang kami lalui bersama. Namun dari
waktu-waktu itu saya banyak mendapat banyak pelajaran.
Yang pertama,
Jalanilah segala sesuatu dengan dengan ketulusan dan keberanian. Ini mungkin
terlihat terlalu kuno, tapi inilah sesungguhnya yang saya rasakan. Sebabnya
apa? Sebabnya inilah alasan saya mengakhiri hubungan dengannya. Hal inilah yang
paling saya ingat. Inilah yang menjadi semacam saringan bagi saya dalam waktu
berikutnya saya menjalani hubungan dengan wanita manapun.
Yang kedua, cobalah
untuk menerima keadaan dengan hati yang terbuka. Inilah pelajaran lain yang
cukup berkesan yang saya dapatkan darinya. Ini sesungguhnya adalah sikap yang
ia nampakkan dan sungguh praktekkan. Jadi, ini sesungguhnya adalah sikap yang
mungkin anda, kita, mereka dapatkan ketika mengenalnya dengan cukup baik.
Saya jadi teringat
ketika kami bersama-sama dalam satu kelompok dalam Kuliah Kerja Nyata (KKN)
yang kami jalani di Kelurahan Girian Atas, Kecamatan Girian, Kota Bitung,
Provinsi Sulawesi Utara, Republik Indonesia. Selama 2 Bulan kami menjadi rekan
sekerja disitu. Banyak pengalaman yang kami lalui bersama, terlebih pada waktu
kami ditempatkan di rumah yang sama atas perintah dari Lurah Girian Atas yang
selama KKN menjadi penanggung jawab kami.
Salah satunya dan yang
paling saya ingat adalah ketika saya memaki-maki ia dengan kata-kata kotor
karena ia dan salah seorang rekan lainnya pulang ke kampus tanpa melapor kepada
saya. Waktu itu, karena seringnya rekan-rekan sekelompok yang lain tidak berada
di tempat KKN, saya sebagai Koordinator Tim KKN di Kelurahan Girian Atas
seringkali dimarahi oleh Ibu Lurah. Memang adalah kelalaian dari saya yang
memarahinya dengan cara yang berlebihan pada waktu. Sebab pada waktu itu, ia
tidak berdaya terhadap keputusan salah seorang Dosen kami yang “memaksa”-nya
untuk mengikuti Kuliah Bahasa Yunani di Kampus sementara ia ber-KKN.
Ia memang tidak
berdaya. Jadi saya waktu itu, memarahi seseorang yang tidak berdaya. Tapi di
tulisan ini, saya tidak ingin berpanjang lebar mengenai kesalahan saya. Yang
ingin saya tekankan, yaitu sikapnya yang terbuka menerima keadaan dengan sabar.
Dengan kesadaran penuh bahwa itu memang sudah terjadi dan kita hanya bisa
berupaya untuk merubah masa depan dengan bercermin dari masa lalu.
Tulisan ini sudah
tertunda beberapa bulan, tapi saya mencoba untuk menyelesaikannya karena saya
rasa ini hal yang baik untuk diutarakan. Semoga di waktu yang akan datang
banyak tulisan-tulisan yang lebih baik yang akan lahir.
Girian Atas – Kakaskasen,
Juli-November 2012.

Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusKomentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapus