Menulis itu...
Saya
memang tidak mengikuti anjuran di atas. Karena malam itu saya menghabiskan
waktu untuk membaca buku yang berjudul Struggling
in Hope (Bergumul dalam Pengharapan) : Buku Penghargaan untuk Pdt. Dr. Eka
Darmaputera (2001). Sebuah buku yang berisi kumpulan tulisan dari beberapa
orang yang cukup ahli di bidangnya (terlebih khusus bidang Agama-agama dan
Masyarakat) yang sengaja dikumpulkan untuk dipersembahkan sebagai penghargaan
bagi Pdt. Dr. Eka Darmaputera yang waktu itu memasuki masa Emeritus (Pensiun)
sebagai seorang Pendeta.
Buku itu saya pinjam dari Pdt. Jan C. M. Waworuntu,
S.Th., yang sekarang ini menjadi Ketua Jemaat GMIM Baitel Girian, tempat saya
melaksanakan KKN (Kuliah Kerja Nyata). Ya, saya sekarang berstatus sebagai
Mahasiswa Peserta KKN Universitas Kristen Indonesia Tomohon (UKIT) tahun 2012
di Kelurahan Girian Atas, Kecamatan Girian, Kota Bitung, Provinsi Sulawesi
Utara.
Selama 2 Bulan, kami (saya dan 3 rekan lainnya)
ditugaskan untuk melaksanakan KKN di Kelurahan Girian Atas, sejak tanggal 2 Juli hingga 2 September tahun 2012.
Karena hubungan baik yang terjalin antara kami Mahasiswa KKN dengan Jemaat GMIM
Baitel Girian, maka saya berkesempatan untuk meminjam buku dari Ketua Jemaat
tersebut.
Tepatnya 28
Juli 2012, adalah waktu saya memulai tulisan ini. Memang sudah sejak beberapa
waktu yang lalu saya selalu berkeinginan untuk membuat tulisan. Karena tulisan
itu bisa membuat hidup seseorang menjadi lebih bermakna, itulah keyakinanku.
“Dengan menulis, pikiran/ide-mu bisa menjadi abadi dan dikenang selalu” , ucap
Denni H. R. Pinontoan, M.Teol., salah seorang Dosen bidang Agama-agama di Fakultas
Teologi UKIT, tempat saya menuntut Ilmu.
Pendapat itu juga ada benarnya bila dilihat
dari bukti nyata tulisan yang dibuat oleh Ds. R. M. Luntungan di Bukit
Inspirasi yang masih ada sampai sekarang dan sudah bertahan selama puluhan
tahun lamanya dan terus menjadi inspirasi bagi banyak orang sampai sekarang
terlebih khusus Gerakan Oikumenis.
Keinginan yang telah lama terpendam itu, selalu
mendapat hambatan namun akhirnya mendapat jalan keluar dengan cara menulis apa
yang ingin saya ungkapkan dan dibuat dengan seindah-indahnya. Sebenarnya, hambatan
selama ini yang muncul adalah hal apa yang sesungguhnya ingin saya tulis.
Sekarang
saya sudah mendapat inspirasi yang cukup baik untuk menulis, yaitu dengan
membuat tulisan tentang orang yang kukenal. Inpirasi ini saya dapat dari
membaca Buku Struggling in Hope tadi.
Saya melihat salah satu tulisan dalam buku itu, tulisan yang berisi kesan
seorang Pendeta terhdap Pribadi dari Pdt. Eka Darmaputera. Tulisan itu
sangatlah ringan. Tidak menggunakan bahasa yang sulit untuk dimengerti, namun
isinya sangatlah menyentuh. Itu disebabkan karena isi dari tulisan itu adalah
kesan yang muncul dari Pengalaman si Penulis dengan sosok Pdt. Eka Darmaputera.
Ini menjadi semacam motivasi bagi saya untuk menulis hal-hal yang lebih kurang
sama. Namun saya tulis untuk orang lain.
Ini terbilang sangatlah mudah karena dalam
tulisan yang akan dibuat, hanya perlu untuk menulis hal yang kita ketahui
tentang orang yang akan kita tulis. Kita semua tentu mempunyai terhadap orang
lain yang kita kenal. Kesan inilah yang bisa menjadi semacam nilai dari tulisan
yang kita buat nanti. Ini juga tentu wajib dibarengi dengan kemampuan/skill menulis yang baik agar orang yang
membaca tidaklah merasa bosan dan bisa merasa puas.
Tentang siapa yang dan apa yang akan ditulis,
wow, bahannya tentu sangatlah mudah didapat. Karena kita hanya perlu menulis
yang kita tahu saja. Tentu tulisan-tulisan ini jadi menarik apalagi kalau
dibaca orang bersangkutan yang menjadi objek penulisan. Saya tidak dapat
membayangkan ekspresi-ekspresi yang muncul dari orang-orang yang membaca
tulisan-tulisan itu nanti.
Semua hal tadi memang sangatlah menarik dan
penting, tapi bagi saya, semua itu bukanlah hal yang terpenting. “Yang penting
adalah kepuasan batin dalam menulis”, tulis Pdt. I Wayan Jhony, M.Teol., M.Si.,
salah seorang Dosen Luar Biasa bidang Etika di Fakultas Teologi UKIT yang juga
aktif menulis di media massa, dalam suatu e-mail
yang ia kirimkan kepada saya. Dan saya setuju sekali akan hal itu. Karena
setiap orang tentu memerlukan kepuasan batin dalam hidupnya.
Dari menulis, saya bisa mendapatkan kepuasan
batin. Selain itu, ada hal lain juga yang memberi saya kepuasan batin, seperti
menyanyi di Paduan Suara dan memperjuangkan mimpi saya untuk Sekolah ke Luar
Negeri. Semua hal ini bisa saya lakukan tanpa mengharap balasan.
Memang saya juga tidaklah ahli dalam bidang
tulis-menulis. Dalam dunia tulis menulispun saya masih terbilang baru. Namun
melalui menulis, saya mendapat wadah untuk mencurahkan isi perasaan. Dengan
menulis, saya bisa melupakan segala kepenatan aktivitas dan bisa mendapat
kesenangan dari menulis hal yang saya sukai.
Beberapa waktu yang lalu, saya sempat
mengikuti Kursus Menulis Narasi, yang diselenggarakan oleh Yayasan Pantau
bekerjasama dengan Mawale Movement dan UKIT. Dari kursus yang saya ikuti itu,
banyak hal yang saya dapatkan. Terutama sedikit teknik menulis hal-hal yang
cukup berat, dengan durasi yang panjang dan menarik. Memang itulah maksud dari
Kursus. Disitu diajarkan cara untuk membuat tulisan panjang namun tetap menarik
untuk dibaca.
| Foto Penulis ketika mengikuti Kursus Menulis Narasi yang dilaksanakan oleh Yayasan Pantau bekerjasama dengan Mawale Movement dan UKIT pada February 2012. (Foto oleh Eka Egeten) |
Kursus itu hanya berlangsung satu minggu dan
itu tidak bisa serta merta membuat kami para peserta menjadi seorang yang ahli
dalam menulis. Tapi melalui kursus itu, kami diberikan bekal untuk mulai
mencoba menulis dengan baik. Untuk menjadi belajar menulis, kami diberi bekal
“menulis itu ibarat Tukang kayu, untuk menjadi tahu dan ahli diperlukan latihan
terus menerus”, kata Fahri Salam, seorang Wartawan dari Yayasan Pantau yang
menjadi salah satu Instruktur di Kursus tersebut.
Dari situ saya mendapat keberanian lebih untuk
terus menulis. Selain tujuan saya untuk menunjukkan eksistensi diri saya, itu
juga kiranya nanti memberikan pengaruh bagi orang. Tentu pengaruh yang positif.
Bunyi besi yang dipukul-pukul oleh anak-anak
kecil dari tetangga terus terdengar di telinga saya. Matahari sore sudah mulai
menghangatkan rumahku lagi. Sekarang waktu sudah menunjukkan pukul 15.37. Tak
terasa saya menyelesaikan tulisan ini selama tiga hari. Tentu tidak selama tiga
full saya mengerjakan tulisan ini,
namun tulisan ini saya kerjakan di sela-sela waktu KKN yang saya miliki.
Angin hari ini terus bertiup kencang, “Angin
Selatan sementara bertiup ini”, kata Adik saya, Yohanes A. Kalampung, seorang
Pelaut yang sekarang sementara mengganggur karena Kapalnya sementara
beristirahat di Pelabuhan Bitung.Harapanku semoga tulisan-tulisanku berikutnya
bertiup seperti angin-angin ini.
Girian Atas-Winenet Satu, Juli 2012.

Komentar
Posting Komentar